1. Nyanyian Adalah Hasungan Syaithan
Allah berfirman:
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ وَأَجْلِبْ عَلَيْهِمْ بِخَيْلِكَ وَرَجِلِكَ وَشَارِكْهُمْ فِي الأمْوَالِ وَالأولادِ وَعِدْهُمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلا غُرُورًا
“Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak dan beri janjilah mereka. Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.” [QS. Al-Israa’ : 64]
Mujahid rahimahullaah (murid ibnu abbas) berkata:
باللهو والغناء أي استخفهم بذلك
”(Yaitu menghasungnya) dengan permainan dan NYANYIAN, yaitu meremehkannya dengan hal tersebut”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir]
2. Allah Memperingatkan Hambanya Agar Meninggalkan Nyanyian
Allah Ta’ala berfirman,
أَفَمِنْ هَذَا الْحَدِيثِ تَعْجَبُونَ , وَتَضْحَكُونَ وَلا تَبْكُونَ , وَأَنْتُمْ سَامِدُونَ , فَاسْجُدُوا لِلَّهِ وَاعْبُدُوا
“Maka, apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu mentertawakan dan tidak menangis? Sedang kamu saamiduun? Maka, bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).” [QS. An Najm: 59-62]
Apa makna saamiduun?
Ditafsirkan ahli tafsir dikalangan para shahabat, yaitu IBNU ‘ABBAS radhiyallaahu ‘anhumaa :
هو الغناء
“Maksudnya adalah NYANYIAN” [Lihat Tafsiir ath thabariy no. 25273, dan juga Zaadul Masiir, 5/448]
Berkata muridnya Ibnu ‘Abbaas, yaitu ‘Ikrimah rahimahullaah:
فكانوا إذا سمعوا القرآن يتلى تغنوا ولعبوا حتى لا يسمعوا
Yaitu, jika mereka mendengarkan Al-Qur’an yang dibacakan, maka mereka BERNYANYI-NYANYI dan bermain-main hingga mereka tidak mendengarkannya. [Lihat Tafsiir al Qurthubiy, juga Ighatsatul Lahfan, 1/258]
3. Ancaman Adzab Yang Menghinakan Bagi Para Penyanyi
Allah berfirman:
وَمِنَ النّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلّ عَن سَبِيلِ اللّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتّخِذَهَا هُزُواً أُوْلَـَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مّهِينٌ
Dan di antara manusia (ada) orang yang menggunakan AL-LAGHWU sehingga menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh ADZAB YANG MENGHINAKAN. [QS. Luqman : 6]
Berkata ahli tafsir dikalangan para shahabat, yaitu IBNU MAS’UUD radhiyallaahu ‘anhumaa:
الغِنَاءُ، وَالَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ، يُرَدِّدُهَا ثَلاَث َمَرَّاتٍ
“Yang dimaksud (“al-laghwu” dalam ayat diatas) adalah NYANYIAN. Demi Dzat yang tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia.”
Beliau mengatakan hal tersebut sebanyak tiga kali. [Lihat Jami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Ibnu Jarir Ath Thobari, 20/127]
4. Diantara Tanda Hari Kiamat Adalah Adanya Kaum Muslimin Yang Menganggap Halal Musik (Padahal Haram)
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ
“Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, ALAT-ALAT MUSIK (al-ma’aazif)” [HR. Bukhari]
Sebagaimana disebutkan dalam hadits lain:
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ عَلَيَّ -أَوْ حُرِّمَ- الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْكُوبَةُ. قَالَ: وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atasku –atau diharamkan- khamr, judi, dan al-kubah. Dan setiap yang memabukkan itu haram.” [HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani, lihat At-Tahrim hal. 56]
Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‘ALI BIN BADZIMAH, bahwa “yang dimaksud adalah gendang (dan ini adalah ALAT MUSIK).” [lihat riwayat Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, no. 12598]
Juga dalam hadits yang lain:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ وَالْكُوبَةَ وَالْغُبَيْرَاءَ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ
“Sesungguhnya Allah mengharamkan khamr, judi, al-kubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap yang memabukkan itu haram.” [HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, Al-Baihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58]
5. Allah Mengancam Akan Mengubah Bentuk Orang-Orang Yang Menghibur Diri Dengan Musik Dan Alunan Nyanyian Menjadi Kera Dan Babi
Dari Abu Malik Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ
“Sungguh, akan ada orang-orang dari umatku yang meminum khamr, mereka menamakannya dengan selain namanya. Mereka DIHIBUR dengan MUSIK dan ALUNAN (NYANYIAN) suara biduanita. Allah akan membenamkan mereka ke dalam bumi dan Dia kelak akan mengubah bentuk mereka menjadi KERA dan BABI.” [Shahiih, HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)
Sesungguhnya balasan seperti ini sebagaimana firmanNya kepada yahudi:
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim SIKSAAN YANG KERAS, disebabkan mereka selalu berbuat KEFASIKAN.
فَلَمَّا عَتَوْا عَن مَّا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Maka tatkala mereka bersikap SOMBONG (tidak mau menerima kebenaran, bahkan tetap mengamalkan) terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” [al A’raaf: 165-166]
Juga firmanNya:
قُلْ هَلْ أُنَبِّئُكُم بِشَرٍّ مِّن ذَٰلِكَ مَثُوبَةً عِندَ اللَّهِ مَن لَّعَنَهُ اللَّهُ وَغَضِبَ عَلَيْهِ وَجَعَلَ مِنْهُمُ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ وَعَبَدَ الطَّاغُوتَ أُولَٰئِكَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضَلُّ عَن سَوَاءِ السَّبِيلِ
Katakanlah: “Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang FASIQ) itu disisi Allah, yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang DIJADIKAN kera dan babi dan (ada pula diantara mereka yang) menyembah thaghut?” Mereka itu LEBIH BURUK TEMPATNYA dan LEBIH TERSESAT dari jalan yang lurus. [Al Maaidah: 60]
Masihkan orang-orang yang menghibur dirinya dengan MUSIK dan NYANYIAN itu menganggap hal ini perkara yang biasa saja?!
6. Suara Musik Dan Nyanyian Adalah Suara Bodoh Dan Penuh Dosa
Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا نُهِيْتُ عَنِ النَّوْحِ عَنْ صَوْتَيْنِ أَحْمَقَيْنِ فَاجِرَيْنِ: صَوْتٍ عِنْدَ نَغْمَةِ لَهْوٍ وَلَعِبٍ وَمَزَامِيرِ شَيْطَانٍ، وَصَوْتٍ عِنْدَ مُصِيبَةٍ خَمْشِ وُجُوهٍ وَشَقِّ جُيُوبٍ وَرَنَّةِ شَيْطَانٍ
“Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir (penuh dosa): Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, mazaamiir syaithaan (seruling-seruling) setan, dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.” [HR. Al-Hakim, 4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas, no. 1005]
An-Nawawi berkata tentang makna “suara syaithaan” :
“Yang dimaksud adalah NYANYIAN DAN SERULING.” [Tuhfatul Ahwadzi, 4/75]
7. Suara Nyanyian Dan Alat Musik Adalah Suara Terlaknat
Rasuulullaah bersabda:
صَوْتَانِ مَلْعُونَانِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ: مِزْمَارٌ عِنْدَ نِعْمَةٍ، وَرَنَّةٌ عِنْدَ مُصِيبَةٍ
“Dua suara yang TERLAKNAT di dunia dan akhirat: SERULING (yaitu alat musik) ketika mendapat nikmat, dan suara (jeritan) ketika musibah.” [Shahiih li ghayrihi. HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755, Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh Al-Albani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52]
8. Rasuulullaah Menjaga Telinganya Dari Suara Musik
Dari Naafi’ maulaa Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Ibnu ’Umar pernah mendengar suara seruling yang ditiup oleh seorang penggembala. Maka ia meletakkan kedua jarinya di kedua telinganya (untuk menyumbat/menutupinya) sambil membelokkan untanya dari jalan (menghindari suara tersebut).
Ibnu ’Umar berkata : “Wahai Nafi’, apakah kamu masih mendengarnya?” Maka aku berkata: “Ya”. Maka ia terus berlalu hingga aku berkata: “Aku tidak mendengarnya lagi”
Maka Ibnu ’Umar pun meletakkan tangannya (dari kedua telinganya) dan kembali ke jalan tersebut sambil berkata: ”Aku melihat Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ketika mendengar suara seruling melakukannya demikian.” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/38. Diriwayatkan pula 2/8, Abu Abu Dawud no. 4924 dan 4926; Al-Ajurri dalam Tahriimun-Nard wasy-Syatranj wal-Malaahi no. 64; dan yang lainnya. Shahih]
Dari hadits diatas ada dua cara untuk menghindari suara musik :
1. Menyumbat Telinga
Dan inilah yang dipraktekkan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam dan ibnu ‘umar radhiyallaahu ‘anhu. Pada zaman sekarang, alhamdulilaah kita bisa membawa mp3 player yang berisi kajian islami, atau bahkan hape/smartphone kita yang didalamnya bisa diisi dengan kajian islami. Kemudian jika kita mendapati suara musik dan nyanyian, maka kita dapat menyumbat telinga kita dengan headset, dan mengeraskan suara kajian tersebut, sehingga telinga kita terjaga dari kotornya suara musik dan nyanyian.
2. Tidak menyimak suaranya, yaitu tidak menikmati suara musik atau nyanyian tersebut
Dimana hati kita mengingkari suara tersebut, dan kita berusaha menyibukkan hati kita dengan hal-hal lain, agar tidak menikmati suara haram tersebut. Sebagaimana dilakukan oleh Naafi’ diatas.
Imam Maalik ditanya:
“Bagaimanakah sikap seseorang jika ia mendapati ada yang sedang memukul genderang dan berseruling, lalu ketika ia mendengarnya ia malah merasakan kenikmatan, baik sedang berjalan atau sedang duduk?”
Beliau menjawab:
“Hendaklah dia berdiri (meninggalkan tempat tersebut) jika ia merasa enak dengannya, kecuali jika ia duduk karena ada satu kebutuhan, atau dia tidak bisa berdiri. Adapun kalau di jalan, maka hendaklah dia mundur atau maju (hingga tidak mendengarnya).” [Al-Jami’, Al-Qairawani, 262]
9. Nyanyian Hanyalah Menimbulkan Kemunafikan Dalam Hati
‘Abdullah bin Mas’ud radliyallaahu ‘anhu, ia berkata :
الغناء ينبت النفاق في القلب
“NYANYIAN itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati.” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunyaa dalam Dzammul-Malaahi 4/2 serta Al-Baihaqi dari jalannya dalam Sunan-nya 10/223 dan Syu’abul-Iman 4/5098-5099; shahih. Lihat Tahrim Alaatith-Tharb hal. 98; Maktabah Sahab]
10. Nyanyian Hanyalah Dilakukan Orang-Orang Fasiq
Ditanyakan kepada Malik bin Anas tentang nyanyian yang diperbolehkan oleh Ahlul-Madinah? beliau menjawab:
إنما يفعله عندنا الفسّاق
“Bahwasannya hal itu bagi kami hanyalah dilakukan oleh orang-orang fasiq.” [Lihat Talbiis Ibliis karya Ibnul Jauziy]
Hal yang sama pernah ditanyakan kepada Ibrahim bin Al-Mundzir rahimahullah (seorang tsiqah yang berasal dari Madinah dan termasuk guru dari Al-Imam Al-Bukhari) :
“Apakah engkau membolehkan nyanyian?”Maka beliau menjawab :
معاذ الله ، ما يفعل هذا عندنا إلا الفسّاق
“Ma’adzallah (aku berlindung kepada Allah), tidaklah ada yang melakukannya ini di sisi kami, kecuali orang-orang fasiq.” [Diriwayatkan oleh Al-Khallal dengan sanad shahih]
Sumber : abuzuhriy.com/haramnya-musik-dan-nyanyian/
thanks min infonya
Wallahu A’lam…artinya…?????
ayat Alqur’an maupun hadist didalamnya byak yg berkalimat majazi,mutasyabihat dan muhkamat.. anda mena’rf terlalu kaku pdhal anda mengungkapkan 2 hukum dalam satu perkara,.
Jawabannya simple kok..
Pertama..
Dalil tentang musik pada pernikahan udah ada penjelasannya di atas..
Kedua..
Coba pikirin deh, kenapa Abu Bakr MELARANG MUSIK dan menamakannya dengan SERULING SETAN? Apa beliau asal ngomong? Itu artinya pemahaman para sahabat adalah MUSIK HARAM. Tetapi dibantah oleh Rasul pada saat itu, yaitu pada hari raya. Jadi itu dijadikan hujjah bahwa MUSIK DIBOLEHKAN PADA KONDISI HARI RAYA. Selainnya tetap HARAM. Rasulullah bersabda “Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, ALAT-ALAT MUSIK” (Diriwayatkan IMAM BUKHARI dalam kitab SHAHIIH nya)
Abu Bakr masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh orang- orang Anshar pada masa Bu’ats (perang besar yang terjadi di masa jahiliah antara suku Aus dan Khazraj).” Aisyah berkata: “Keduanya bukanlah penyanyi.” Abu Bakr lalu berkata: “Apakah seruling setan di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Hal itu terjadi pada hari raya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai Abu Bakr, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita’.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-‘Iedain, Bab Sunnatul ‘Iedain li Ahlil Islam no. 909)
Dalam riwayat Al-Bukhari pula, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu masuk ke tempat Aisyah. Di dekatnya ada dua perempuan kecil –pada hari-hari Mina (hari tasyriq) – sambil memukul rebana, dalam keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup wajahnya dengan bajunya. Abu Bakr lalu membentak mereka berdua. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap baju tersebut dari wajahnya lalu berkata: “Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakr, karena sesungguhnya ini adalah hari-hari raya.” Waktu itu adalah hari-hari Mina.” (HR. Al-Bukhari no. 944)
Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari rahimahullahu berkata: “Hadits ini adalah hujjah kami. Sebab Abu Bakr menamakan hal itu sebagai seruling setan, dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari ucapan Abu Bakr. Hanya saja beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Abu Bakr melakukan pengingkaran keras terhadapnya karena kebaikan beliau dalam bergaul, apalagi pada hari raya. Sementara Aisyah radhiyallahu ‘anha masih anak kecil pada waktu itu. Tetapi tidak ada dinukilkan dari beliau (Aisyah) setelah beliau baligh dan mendapat ilmu kecuali celaan terhadap nyanyian. Anak saudaranya sendiri yang bernama Al- Qasim bin Muhammad mencela nyanyian dan melarang dari mendengarnya. Dia (Al-Qasim) mengambil ilmu darinya (Aisyah radhiyallahu ‘anha).” (Talbis Iblis, Ibnul Jauzi hal. 292, At-Tahrim hal. 114)
Pertanyaan buat antum:
1. Bagaimana antum menghalalkan sesuatu yang Rasulullah sendiri mengharamkannya? Karena Rasulullah bersabda, “Akan ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, ALAT-ALAT MUSIK” (HR. Bukhari)
2. Adakah Dalil tentang bolehnya MUSIK SECARA UMUM atau dengan kata lain TANPA SYARAT/KONDISI. Karena Dalil-dalil di atas menunjukkan bolehnya musik di kondisi khusus, yaitu di hari raya dan acara pernikahan.
Jika antum merasa bingung, atau tidak yakin dengan penjelasan ana YANG BUKAN SIAPA-SIAPA ini. Coba telusuri pemahaman IMAM 4 MADZHAB tentang MUSIK..
http://eshaa09.student.ipb.ac.id/2013/03/25/musik-itu-haram-menurut-imam-4-madzhab/
lalu jika kita mengacu pada hadist-hadist diatas,
bagaimana penulis mengharamkan sesuatu yang Rasulullah sendiri menghalalkannya (mubah)?
bagaimana pendapat penulis terhadap hadist-hadist dibawah ini?
Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dar Rubayyi’ binti Muawwiz Afra:
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak) nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata,”Diantara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari.” Tetapi Rasulullah saw segera bersabda,”Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”
Hadits Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra:
“Pada suatu har Rasulullah saw masuk ke tempatku. Ketika itu di sampingku ada dua gadis perempuan budak yang sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari Buats). Kulihat Rasulullah saw berbaring tapi dengan memalingkan mukanya. Pada sat itulah Abu Bakar masuk dan ia marah kepadaku. Katanya,”Di tempat/rumah Nabi ada seruling setan?” Mendengar seruan itu Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata,
“Biarkanlah keduanya, hai Abu Bakar.”
Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka aku suruh kedua budak perempuan itu keluar. Waktu itu adalah hariraya dimana orang-orang Sudan sedang menari dengan memainkan alat-alat penangkis dan senjata perangnya (di dalam masjid).”
Hadits riwayat Imam Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra. Katanya,”Aku pernah mengawinkan seorang wanita dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar. Maka Nabi saw bersabda,
“Hai Aisyah, tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang Anshar senang dengan hiburan (nyanyian).”
Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad terdapat lafaz:
“Bagaimana kalau diikuti pengantin itu oleh (orang-orang) wanita untuk bernyanyi sambil berkata dengan senada: “Kami datang kepadamu. Hormatilah kami dan kami pun menghormati kamu.Sebab kaum Anshar senang menyanyikan (lagu) tentang wanita.”
Terima kasih telah berbagi dan penjelasannya. Keep posting
Yang antum sampaikan hanyalah perkara akal. Adakah hujjah yang antum sampaikan? Ikutilah orang karena dia benar, jangan mengikuti kebenaran karena orang.
Apakah karena HAJI Roma irama bermusik, antum juga ikut bermusik? tidakkah antum menilai dalilnya?
Syarat diterimanya amal adalah dua hal. Pertama adalah ikhlas dan yang kedua adalah dicontohkan oleh Rasulullah.
Antum ingin menghalalkan musik, manakah dalilnya, manakah hujjahnya?
Bukankah telah jelas dalil-dalil di atas tentang haramnya musik?
Jika ada hujjahnya maka sampaikanlah, jika itu kebenaran maka saya akan melapangkan hati saya untuk menerimanya. Jika ada dalilnya maka saya akan mendahulukan hati daripada akal saya untuk menjalankan syariat tersebut. Wallahu A’lam.
Hmm. Anggaplah saya tidak tahu itu diriwayatkan dimana. Tapi benarkah Allah benar-benar tidak menyukai nyanyian untuk memuliakan diri-Nya?
Jujur, saya juga tidak suka musik dugem, dangdut yang meliuk-liuk, dan rock kesetanan. Tetapi saya melihat: bila sesuatu dipakai oleh Allah, itu akan menjadi kemuliaan bagi-Nya termasuk nyanyian. Bila Allah anti nyanyian, tidakkah Ia suka melihat Opick menyanyi, Amanda menyanyi dan Gita gutawa menyanyi? Bila Allah anti nyanyian, Haji Rhoma Irama sia-sialah dan haramlah pesan dari lagu-lagu rohaninya?
Mungkinkah hidup lebih baik tanpa shalat? (Lihatlah suksesnya orang nonmuslim)
Mungkinkah hidup lebih baik tanpa tauhid? (Lihatlah menderitanya Rasul)
Mungkinkah hidup lebih baik tanpa musik? (Silahkan dijawab)
Masya Allah. Lihatlah, dari kecil kita sudah diajarkan yang HARAM..
Tugas kita? Menjalankan yang diperintah dan tidak menjalankan yang dilarang tanpa pertanyaan “kenapa”.
Nabi Daud memainkan kecapi, Maaf itu dalam riwayat siapa? mohon dishare..
Mungkinkah hidup lebih baik tanpa musik? Sejak kecil, anak-anak TK diajari menyanyi dan berekpresi serta belajar dari nyanyiannya. Di bangku sekolah ada nyanyian terima kasih kepada guru. Setiap upacara senin, ada lagu Indonesia Raya. Ada juga Hymne IPB,—- dan banyak lagi.
Melanggar yang haram berarti dosa. Benarkah Allah tidak suka manusia menyanyi, seperti nabi Daud dengan kecapinya?
Menyanyi atau melatunkan bait-bait syair (alias nasyid) asalnya DIBOLEHKAN, namun tidak berlaku secara mutlak.
Melatunkan bait syair (nasyid) yang dibolehkan apabila memenuhi beberapa syarat berikut:
1. Tidak diiringi alat musik.
2. Bukan lantunan yang mendayu-dayu sebagaimana yang diperagakan oleh para wanita.
3. Nasyid tersebut tidak sampai melalaikan dari mendengar Al Qur’an.
4. Nasyid tersebut terlepas dari nada-nada yang dapat membuat orang yang mendengarnya menari dan berdansa.
5. Maksud mendengarkannya bukan mendengarkan nyanyian dan nadanya, namun tujuannya adalah untuk mendengar nasyid (bait syair).
6. Diperbolehkan bagi wanita untuk memukul rebana pada acara-acara yang penuh kegembiraan dan masyru’ (disyariatkan) saja.
7. Maksud nasyid ini adalah untuk memberi dorongan semangat ketika keletihan atau ketika berjihad.
Tidak sampai melalaikan dari yang wajib atau melarang dari kewajiban.
Sumber : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/saatnya-meninggalkan-musik.html
Adapun Bernyanyi dan Menabuh Rebana dibolehkan pada kondisi:
1. Pernikahan
Dalam hadits Rubayyi’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra` radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ حِيْنَ بُنِيَ عَلَيَّ فَجَلَسَ عَلىَ فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ وَيَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِي يَوْمَ بَدْرٍ، إِذْ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ: وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ. فَقَالَ: دَعِي هَذِهِ، وَقُولِي بِالَّذِي كُنْتِ تَقُولِينَ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, lalu beliau masuk tatkala acara pernikahanku. Beliau duduk di atas ranjangku seperti duduknya engkau dariku. Maka beberapa anak perempuan kecil mulai memukul rebana sambil menyebut kebaikan orang-orang yang terbunuh dari orang-orang tuaku dalam Perang Badr. Salah seorang dari mereka ada yang berkata: ‘Di antara kami ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang terjadi esok hari.’ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tinggalkan ucapan ini, dan ucapkanlah apa yang tadi engkau katakan’.” (HR. Al-Bukhari, Kitab An-Nikah, Bab Dharbu Ad-Duf fin Nikah wal Walimah, no. 4852)
Al-Hafizh rahimahullahu berkata ketika mengomentari hadits ini: “Al-Muhallab berkata: ‘Dalam hadits ini terdapat dalil tentang bolehnya mengumumkan pernikahan dengan rebana dan nyanyian yang mubah’.” (Fathul Bari, 9/203)
Hal ini dikuatkan pula dengan hadits ‘Amir bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
دَخَلْتُ عَلَى قُرَظَةَ بْنِ كَعْبٍ وَأَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ فِي عُرْسٍ، وَإِذَا جَوَارٍ يُغَنِّينَ. فَقُلْتُ: أَنْتُمَا صَاحِبَا رسول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ أَهْلِ بَدْرٍ، يُفْعَلُ هَذَا عِنْدَكُمْ؟ فَقَاَل: اجْلِسْ، إن شِئْتَ فَاسْمَعْ مَعَنَا، وَإِنْ شِئْتَ اذْهَبْ، قَدْ رُخِّصَ لَنَا فِي اللَّهْوِ عِنْدَ الْعُرْسِ
“Aku masuk ke tempat Quradzah bin Ka’b dan Abu Mas’ud Al-Anshari dalam acara pernikahan. Ternyata ada beberapa anak wanita kecil sedang bernyanyi. Maka aku bertanya: ‘Kalian berdua adalah sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ikut dalam Perang Badr. Hal ini (nyanyian) dilakukan di dekat kalian?’ Maka ia menjawab: ‘Jika engkau mau, dengarkanlah bersama kami. Dan jika engkau mau, pergilah. Sesungguhnya telah dibolehkan bagi kami bersenang- senang ketika pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3383. Dihasankan Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i)
Juga hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Hathib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَصْلُ مَا بَيْنَ الْحَرَامِ وَالْحَلَالِ الدُّفُّ وَالصَّوْتُ فِي النِّكَاحِ
“Pembeda antara (hubungan) yang haram dan yang halal adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.” (HR. Ahmad, 3/418, At-Tirmidzi no. 1088, An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa`, 7/1994)
2. Hari Raya
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتِ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ. قَالَتْ: وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ. فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ: أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ في بَيْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ n: يَا أَبَا بَكْرٍ، إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا، وَهَذَا عِيدُنَا
Abu Bakr masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh orang- orang Anshar pada masa Bu’ats (perang besar yang terjadi di masa jahiliah antara suku Aus dan Khazraj).” Aisyah berkata: “Keduanya bukanlah penyanyi.” Abu Bakr lalu berkata: “Apakah seruling setan di dekat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Hal itu terjadi pada hari raya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Wahai Abu Bakr, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita’.” (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-‘Iedain, Bab Sunnatul ‘Iedain li Ahlil Islam no. 909)
Sumber : ebook “Hidup Tanpa Musik”
Wallahu A’lam
artinya tidak boleh sama sekali menyanyi dan memainkan musik?